• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

China Ajak Negara Berkembang Bentuk Aliansi AI Global

img

    Table of Contents

China telah mengungkapkan niatnya untuk mempromosikan pengembangan kecerdasan buatan (AI) berbasis open source, dengan tujuan untuk berbagi solusi teknologi dengan negara-negara berkembang. Langkah ini bertujuan menciptakan ekosistem global yang lebih adil dan kolaboratif. Dalam sebuah acara yang diselenggarakan pada tanggal 28 Juli 2025, Perdana Menteri China Li Qiang menyampaikan rencana pembentukan organisasi kerja sama global untuk AI selama World Artificial Intelligence Conference (WAIC) 2025 di Shanghai.

Li Qiang menegaskan pentingnya menciptakan organisasi AI global guna memastikan pemerataan akses teknologi. Hal ini diharapkan dapat mencegah dominasi teknologi AI oleh beberapa negara saja, sehingga tidak terjadi kesenjangan digital yang semakin besar di seluruh dunia. “Kita perlu menyelaraskan visi dan regulasi agar pengembangan AI memberikan dampak positif bagi semua pihak,” ujarnya di hadapan peserta konferensi.

Dalam konteks ini, China menyatakan kesiapan untuk membagikan solusi dan inovasi AI kepada negara-negara berkembang, terutama yang terletak di belahan selatan dunia. Li percaya bahwa kolaborasi semacam ini sangat penting untuk memastikan bahwa manfaat AI tidak hanya menguntungkan negara-negara maju. Alih-alih itu, AI harus dapat diakses secara merata oleh semua negara, tanpa memandang status perkembangan mereka.

Walaupun Li Qiang tidak secara langsung menyebut nama Amerika Serikat, banyak pengamat menilai pernyataannya memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebijakan ekspor teknologi negara-negara Barat, khususnya AS. Pernyataan ini muncul setelah AS merilis AI Action Plan, yang manjadi strategi baru untuk mempertahankan dominasi mereka dalam bidang AI global. Di sisi lain, Li memperingatkan bahwa tanpa adanya koordinasi yang kuat di tingkat global, AI berpotensi hanya menjadi alat eksklusif yang dikuasai oleh sejumlah kecil negara dan perusahaan besar.

“Kami menyerukan perlunya kerangka kerja sama global yang inklusif dan berbasis konsensus luas,” tambah Li. Dia menekankan bahwa setiap negara harus berkontribusi dalam menciptakan tata kelola yang seimbang untuk teknologi AI agar pertumbuhannya dapat dirasakan oleh semua negara secara adil.

Lebih lanjut, Li Qiang juga menjelaskan bahwa komitmen China terhadap teknologi AI tidak hanya terbatas pada pengembangan dalam negeri. Dalam beberapa tahun terakhir, AS diketahui telah memberlakukan berbagai pembatasan ketat terhadap ekspor chip serta teknologi AI ke China. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari usaha untuk menghalangi perkembangan teknologi yang cepat di Tiongkok. Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar seperti Huawei semakin aktif mengembangkan sistem AI mereka sendiri, sebagai bagian dari strategi mandiri untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi asing.

China juga menegaskan bahwa fragmentasi dalam kolaborasi global bisa menghambat pertumbuhan AI yang seharusnya terjamin keadilannya. Untuk itu, Li Qiang menekankan pentingnya koordinasi lintas negara guna merumuskan kerangka tata kelola AI yang bersifat inklusif dan memperoleh konsensus yang luas di antara para pemangku kepentingan. “Kita perlu membangun hubungan yang saling menguntungkan di tingkat internasional, sehingga penggunaan teknologi AI dapat membawa manfaat maksimal bagi masyarakat global,” pungkasnya.

Dengan kehadiran dan pengaruh China yang semakin besar dalam diskusi terkait tata kelola AI internasional, jelas bahwa kolaborasi antara negara-negara berpotensi menjadi sangat penting. Penciptaan syarat-syarat kerja sama yang adil dan transparan dapat membantu mencegah terjadinya ketimpangan dalam akses dan penggunaan teknologi AI, yang penting bagi pembangunan masa depan.

Special Ads
© Copyright 2024 - ✅ SheetstoWebsite.com - Website + Hosting Unlimited & Lifetime, Tanpa Perpanjangan!
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads