Model Operasional World ID: Ancaman Keamanan Data di Indonesia
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5208886/original/041372400_1746420451-Orb_2.jpg)
Sheetstowebsite.com Mudah-mudahan selalu ada harapan di setiap hati. Dalam Opini Ini saya akan mengupas informasi menarik tentang Tekno,blog. Artikel Yang Fokus Pada Tekno,blog Model Operasional World ID Ancaman Keamanan Data di Indonesia Dapatkan wawasan full dengan membaca hingga akhir.
Table of Contents
WorldID telah menerapkan model operasional yang menarik perhatian banyak orang. Perusahaan ini memberi insentif kepada masyarakat untuk melakukan pemindaian iris mata mereka. Namun, langkah ini juga mengundang kekhawatiran serius mengingat data biometrik merupakan kategori data yang sangat sensitif dan tidak dapat diganti. Hal ini diungkapkan oleh Pratama Persadha dalam sebuah pernyataan yang disampaikan pada tanggal 5 Mei 2025.
Operasional layanan verifikasi WorldID di beberapa daerah, seperti Bekasi dan Jakarta, telah menjadi viral. Setiap harinya, lokasi-lokasi tersebut dipenuhi oleh masyarakat yang mengantri untuk menukarkan data biometriknya dengan token koin yang dapat ditukarkan dengan uang tunai. Pratama Persadha, yang juga merupakan Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSRec), berpendapat bahwa model operasional ini memiliki risiko besar terhadap keamanan data.
Menurut Pratama, ketika suatu perusahaan meminta individu untuk menyerahkan data biometrik mereka sebagai syarat untuk mendapatkan kompensasi, maka yang dipertaruhkan bukan hanya data itu sendiri, melainkan juga martabat dan hak individu atas kendali dirinya di dunia digital. Dia menambahkan bahwa potensi keuntungan yang mungkin diperoleh WorldID dari pengumpulan data biometrik penduduk Indonesia sangat besar.
Dia menyebutkan bahwa tindakan sementara yang diambil oleh negara, yaitu menghentikan izin operasional WorldID, menunjukkan ketidaksetujuan pemerintah terhadap pengumpulan data melalui skema imbalan. Hal ini berpotensi mengeksploitasi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Logo perusahaan World kini tidak lagi dapat digunakan karena izin mereka telah dihentikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Tools for Humanity, perusahaan yang menaungi World, mereka menyatakan bahwa layanan verifikasi biometrik mereka di Indonesia dihentikan sementara. Meskipun mereka menegaskan tidak akan membagikan atau menjual data biometrik masyarakat kepada pihak ketiga, fakta bahwa identitas digital berbasis biometrik ini dapat membuka peluang untuk pengembangan sistem otentikasi universal menjadi sorotan tersendiri.
Kementerian Komunikasi dan Digital Indonesia telah mengambil langkah untuk membekukan izin layanan verifikasi biometrik yang dimiliki oleh WorldID dan WorldCoin. Respons terhadap operasional layanan ini mengundang perhatian dari Pratama Persadha, terutama karena banyak masyarakat yang mungkin tidak sepenuhnya memahami risiko yang terkait dengan pengumpulan data biometrik mereka.
Menurut Pratama, dalam konteks Indonesia, pendekatan seperti ini bisa sangat problematik karena adanya celah dalam literasi digital. Banyak masyarakat belum memiliki pemahaman mendalam mengenai bagaimana data biometrik berfungsi dan dampak jangka panjang dari penyerahan data tersebut kepada pihak asing. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia tanpa adanya perwakilan hukum yang jelas bisa dikenakan sanksi.
Setelah proses pemindaian, masyarakat yang berpartisipasi akan mendapatkan token koin WorldCoin. Menurut Pratama, setiap bisnis, termasuk startup berbasis blockchain, harus mematuhi prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak pengguna data.
UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia mengategorikan data biometrik sebagai data pribadi yang memerlukan persetujuan eksplisit untuk diproses. Pratama juga menyoroti bagaimana Brasil telah melarang pengumpulan data biometrik oleh World karena alasan keamanan. Dia percaya pendekatan serupa juga bisa diterapkan di Indonesia.
Untuk mendapatkan WorldCoin, individu harus melakukan pemindaian mata menggunakan perangkat berbentuk bola yang disebut Orb. Dengan pemindaian ini, pihak penyelenggara akan memastikan bahwa setiap individu adalah manusia dan hanya mendaftar satu kali. Dalam ranah keamanan siber, tidak ada sistem yang sepenuhnya aman, terutama jika mekanisme pemrosesan data tidak transparan.
Walaupun WorldCoin mengklaim bahwa data tidak disimpan secara terpusat, Pratama menekankan bahwa ada kerentanan yang harus diwaspadai. Pemberian insentif dalam bentuk token dapat diinterpretasikan sebagai strategi untuk menjamin identitas manusia di pasar, bukan sekadar program bantuan. Hal ini bisa menjadi preseden penting bagi negara untuk tidak membiarkan model bisnis yang menjadikan data warganya sebagai komoditas tanpa kontrol negara.
WorldCoin mengklaim tujuannya adalah untuk menciptakan ekonomi global yang inklusif, yang dapat dijangkau oleh semua orang, terlepas dari latar belakang ekonomi atau geografis. Sebagaimana yang terjadi di Bekasi dan Jakarta, masyarakat didorong untuk melakukan pemindaian iris mata mereka menggunakan perangkat Orb.
Pemilihan iris mata sebagai bentuk identifikasi didasarkan pada fakta bahwa pola iris setiap orang unik, mirip dengan sidik jari. Data yang dihasilkan akan disimpan dalam blockchain WorldCoin yang terdesentralisasi untuk mencegah duplikasi. Hasil dari pemindaian akan dianonimkan untuk memastikan tidak ada hubungan langsung dengan identitas individu tersebut setelah pengenal unik dibuat.
Demikianlah informasi seputar model operasional world id ancaman keamanan data di indonesia yang saya bagikan dalam tekno,blog Saya berharap artikel ini menginspirasi Anda untuk belajar lebih banyak selalu bersyukur dan perhatikan kesehatanmu. Ajak temanmu untuk melihat postingan ini. Sampai bertemu di artikel menarik lainnya. Terima kasih banyak.
✦ Tanya AI